Minggu, 14 Juni 2009

Tidak Boleh Mencela Para Sahabat

Syaikhul Islam berkata:
Dan juga (termasuk di antara prinsip-prinsip dasar Ahlussunnah adalah) mentaati
sabda Nabi, "Janganlah kalian mencela para sahabatku. Demi Zat yang jiwaku
ada di tangan-Nya, kalau salah seorang dari kalian menginfakkan emas semisal
gunung Uhud, niscaya tidak akan menyamai satu mud (infak) salah seorang dari
mereka, dan tidak pula setengahnya.'" (HR. Bukhari [3470], Muslim [2541],
Tirmidzi [3861] -dan ini lafalnya-)

Penjelasan:
Maksud perkataan Nabi 'para sahabatku' adalah orang-orang
yang bersahabat dengan beliau. Tidak diragukan lagi
bahwa persahabatan para sahabat dengan Nabi shallallahu
'alaihi wasallam itu berbeda-beda keutamaannya, ada yang
telah terjalin jauh sebelum peristiwa Fathu Makkah, dan
ada pula yang belakangan sesudah Fathu Makkah.
Nabi mengucapkan sabdanya di atas kepada Khalid bin
Walid tatkala terjadi perselisihan antara dia dengan
Abdurrahman bin Auf tentang Bani Judzaimah. Tidak
diragukan bahwa Abdurrahman bin Auf dan sahabat lain
yang setingkat dengannya lebih utama daripada Khalid bin
Walid jika ditinjau dari sisi lebih dahulunya Abdurrahman
bin Auf dan yang setingkat dengannya memeluk Islam. Oleh
karena itu, Nabi bersabda, "Jangan kalian mencela sahabat-sahabatku."
Ini beliau tujukan kepada Khalid bin Walid dan
sahabat yang setingkat dengannya.
Tentunya sabda Rasulullah tersebut berlaku bagi siapa saja
sesuai dengan keumuman lafalnya. Jika kepada Khalid bin
Walid dan yang setingkat dengannya saja Rasulullah
shallallahu 'alaihi wasallam bersabda demikian, maka
tentunya akan lebih utama lagi kepada orang-orang yang
datang sesudah mereka.

Adapun sabda Nabi, "Demi Allah Yang jiwaku berada di
tangan-Nya, kalau salah seorang dari kalian menginfakkan
emas semisal gunung Uhud, niscaya tidak akan menyamai
satu mud (infak) salah seorang dari mereka, dan tidak pula
setengahnya."
Dari sabda beliau ini, dipahami bahwa seandainya di antara
kita ada yang menginfakkan emas sebesar gunung Uhud
(padahal gunung Uhud adalah gunung yang sangat besar),
maka tidak akan bisa menyamai infak para sahabat walau
hanya satu mud, bahkan setengahnya.
Padahal jenis amalnya sama (yaitu infak), yang diinfakkan
juga sama, dan yang berinfak juga sama-sama manusia,
namun hanya karena perbedaan (derajat) manusia yang
satu dengan manusia yang lain itulah yang menjadikan
berbedanya pahala infak yang diterima. Dalam hal ini,
mereka adalah sahabat Nabi yang memiliki banyak
keutamaan dan keistimewaan, serta sikap ikhlas dan ittiba,
yang kadarnya tidak bisa diraih oleh selain mereka.
Larangan Rasulullah di atas menunjukkan bahwasanya
mencela sahabat, baik secara umum maupun khusus
(individu dari mereka), adalah haram hukumnya.

Apabila seseorang mencela mereka secara umum, maka dia
telah kafir, bahkan mereka yang ragu tentang kekafiran
orang ini pun telah kafir. Adapun apabila dia mencela
secara khusus (salah seorang dari mereka), maka dilihat
sebab yang mendorongnya melakukan perbuatan itu. Hal
ini mengingat orang yang mencela sahabat secara khusus
adakalanya mencelanya karena bentuk tubuh, akhlaq, atau
agama sahabat yang bersangkutan. Masing-masing sebab
pencelaan tersebut memiliki hukumnya sendiri-sendiri.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar